Kamis, 30 Maret 2017

Hasil Pengukuran Hasil Pembubutan Pada Saat Suhu Tinggi dan Rendah



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Mesin Bubut adalah suatu Mesin perkakas yang digunakan untuk memotong benda yang diputar. Bubut sendiri merupakan suatu proses pemakanan benda kerja yang sayatannya dilakukan dengan cara memutar benda kerja kemudian dikenakan pada pahat yang digerakkan secara translasi sejajar dengan sumbu putar dari benda kerja. Gerakan putar dari benda kerja disebut gerak potong relatif dan gerakkan translasi dari pahat disebut gerak umpan. Dengan mengatur perbandingan kecepatan rotasi benda kerja dan kecepatan translasi pahat maka akan diperoleh berbagai macam ulir dengan ukuran kisar yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan menukar roda gigi translasi yang menghubungkan poros spindel dengan poros ulir. Roda gigi penukar disediakan secara khusus untuk memenuhi keperluan pembuatan ulir. Jumlah gigi pada masing-masing roda gigi penukar bervariasi besarnya mulai dari jumlah 15 sampai dengan jumlah gigi maksimum 127. Roda gigi penukar dengan jumlah 127 mempunyai kekhususan karena digunakan untuk konversi dari ulir metrik ke ulir inci.
Pengetahuan Teknik Pengukuran adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap mahasiswa Politeknik Negeri Indramayu khususnya mahasiswa Teknik Mesin. Apalagi dalam bidang industri yang harus menekankan kepresisian yang tepat untuk mendapakan hasil produk baik, maka kami meneliti hasil produk mesin bubut dengan mengukur diameter poros hasil bubutan dengan suhu setelah pembubutan dan setelah suhu normal.
1.2    Batasan Masalah
Untuk menentukan arah penelitian yang baik, ditentukan batasan masalah sebagai berikut:
1.2.1        Penelitian terbatas pada hasil pembubutan pada saat panas dan dingin.
1.2.2        Bahan poros terbuat dari baja ST 37.
1.2.3        Kecepatan putaran ditentukan oleh rumus putaran mesin bubut.
1.3    Tujuan
Adapun tujuan penelitian adalah:
1.3.1        Menyelidiki pengaruh suhu terhadap diameter hasil pembubutan.
1.3.2        Mengetahui besar pemuaian yang terjadi pada poros tersebut.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1    Objek Pengukuran
Penelitian yang kami lakukan yaitu mengukur diameter hasil pembubutan ketika suhu panas dan suhu dingin (normal), dalam penelitian ini kami menggunakan poros yang telah tersedia di bengkel Teknik Mesin Politeknik Negeri Indramayu dengan bahan ST 37. Bahan ini akan kami teliti dengan tujuan untuk mengetahui pemuaian diameter yang terjadi setelah proses pembubutan dengan keadaan suhu yang panas dan suhu normal.
2.2    Teori Alat Ukur
2.2.1             Jangka Sorong
Jangka sorong adalah alat ukur yang ketelitiannya dapat mencapai seperseratus milimeter. Terdiri dari dua bagian, bagian diam dan bagian bergerak. Pembacaan hasil pengukuran sangat bergantung pada keahlian dan ketelitian pengguna maupun alat. Sebagian keluaran terbaru sudah dilengkapi dengan display digital. Pada versi analog, umumnya tingkat ketelitian adalah 0.05 mm untuk jangka sorong dibawah 30 cm dan 0.01 untuk yang di atas 30 cm.
Kegunaan jangka sorong adalah:
·         untuk mengukur suatu benda dari sisi luar dengan cara diapit.
·         untuk mengukur sisi dalam suatu benda yang biasanya berupa lubang (pada pipa, maupun lainnya) dengan cara diulur.
·         untuk mengukur kedalamanan celah/lubang pada suatu benda dengan cara "menancapkan/menusukkan" bagian pengukur. Bagian pengukur tidak terlihat pada gambar karena berada di sisi pemegang.
2.2.2             Thermometer Digital DS 1
Thermometer Digital DS 1 adalah alat untuk mengukur suhu dan juga kelembaban yang ketelitian mencapai 1%, terdiri dari alat perantara suhu dan pemilihan skala (°C/°F). Alat ini dapat mengukur suhu -50 °C hingga 70 °C.



BAB III
METODE
3.1    Cara Penggunaan Alat Ukur
3.1.1        Jangka Sorong (Vernier Caliper)
·      Geserlah rahang geser jangka sorong sedikit ke kanan.
·      Letakkan benda yang akan diukur pada rahang dalam (internal jaws) sedemikian sehingga kedua rahang jangka sorong masuk ke dalam benda tersebut.
·      Geserlah rahang geser kekanan sedemikian sehingga kedua rahang jangka sorong menyentuh kedua dinding dalam benda yang diukur.
·      Kuncilah jangka sorong terebut dengan cara memutar kunci sekrup (Locking screw) yang tujuannya agar tidak bergeser pada saat pembacaan skala.
·      Catatlah hasil pengukuran anda.
3.1.2        Thermometer Digital DS 1
·      Masukan baterai terlebih dahulu pada thermometer.
·      Pilih skala satuan suhu yang diinginkan (°C/°F).
·      Tempelkan perantara suhu pada benda yang akan diukur.
·      Lihat hasil pada thermometer digital DS1.

3.3    Kalibrasi Alat Ukur
3.3.1        Jangka Sorong (Vernier Caliper)
·      Bersihkan rahang menggunakan kain hingga bersih.
·      Cek jangka sorong dengan menutup rahang hingga menempel, jika skala utama dan nonius belum menyentuh angka nol maka lakukan pembersihan kembali jangka sorong.
·       Bebaskan rahang dengan menggeser rahang.
·      Bersihkan rahang dan bagian untuk mengukur kedalaman dengan menggunakan alkohol.
·      Rapatkan rahang dan cek skala utama dan skala nonius.
·      Jika sudah menyentuh angko nol maka kalibrasi selesai.
3.3.2        Thermometer Digital DS 1
·      Cek alat ukur dengan alat ukur yang standar.
·       Jika tidak sesuai maka lakukan kalibrasi alat.
·      Bersihkan bagian perantara suhu dengan menggunakan  alkohol hingga bersih.
·      Cek lagi, jika sesuai maka kalibrasi selesai.

BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL
Urutan penelitian yang berjudul Masalah Yang Terjadi Ketika Megukur Diamter Poros Hasil Pembubutan adalah menganalisis pemuaian poros yang terjadi ketika melakukan pembubutan, menghitung pemuaian poros dan membuat diagram dengan data yang sudah diambil.
4.1    Konduktifitas Termal Baja
Pada tebel 4.1 menunjukkan nilai konduktifitas termal dari baja yaitu 50,2 W/m°C dimana nilai kondutifitas tersebut akan dimasukkan kedalam rumus hukum Hooke’s.
Tabel 4.1: Konduktifitas Termal
Nama Zat
Konduktifitas Thermal W/m°C
Tembaga
385
Alumunium
205
Baja
50,2
Perak
406
4.2    Modulus Elastisitas
Pada Tabel 4.2 menunjukkan nilai dari modulus elastisitas baja ST 37 adalah sebesar 207.000 MPa dimana nilai tersebut akan dimasukkan kedalam rumus hukum Hooke’s.
Tabel 4.2: Modulus Elastisitas
Nama Zat
Modulus Elastisitas MPa
Alumunium
69.000
Magnesium
45.000
Timah
107.000
Nikel
207.000
Baja
207.000
Cuprum
110.000
Zink
101.000

4.3    Hukum Hooke’s
Sesuai dengan hukum Hooke’s, tegangan adalah sebanding dengan regangan. Kesebandingan tegangan terhadap regangan dinyatakan sebagai perbandingan tegangan satuan terhadap regangan satuan. Pada bahan kaku tetapi elastis seperti baja, kita peroleh bahwa tegangan satuan yang diberikan menghasilkan perubahan bentuk satuan yang relatif kecil. Perkembangan hukum Hooke’s tidak hanya pada hubungan tegangan – regangan saja, tetapi berkembang menjadi modulus young atau modulus elastisitas.
Rumus modulus elastisitas ( E ) adalah :
E =
Dimana:   E  = Modulus Elastisitas (N/m2) atau Mpa
                 s  = Tegangan (N/m2)
                 e   = Regangan
Dari rumus diatas maka untuk mecari tegangan yaitu:
s = E × e
s = E × α (ΔT)
Maka untuk mencari hasil pemuaian ditentukan rumus:
e   =
ΔD = Do × e
4.4    Perubahan Diameter
Pada Tabel 4.4 menunjukkan nilai perubahan diameter hasil pembubutan dengan pengukuran suhu D1 yang sama yaitu T1 = 28 °C. Keterangan tabel D2 = Diameter pada saat panas, D1 = Diameter pada saat dingin.
Tabel 4.4: Hasil Penelitian
No
Suhu T2 (°C)
D2 mm
D1 mm
Tegangan
Perubahan Diameter
1
37,7
21,8
21,68
s = E × α (ΔT)
s = 207000 × 50,2 (37,7 - 28)
s = 100796580 MPa
ΔD = D1 × α (ΔT)
ΔD = 21,68 × 50,2 (37,7 - 28)
ΔD = 10556,85
2
37,4
24,7
24,32
s = E × α (ΔT)
s = 207000 × 50,2 (37,4 - 28)
s = 97679160 MPa
ΔD = D1 × α (ΔT)
ΔD = 24,32 × 50,2 (37,4 - 28)
ΔD = 11476,12
3
37,9
20,2
19,98
s = E × α (ΔT)
s = 207000 × 50,2 (37,9 - 28)
s = 102874861 MPa
ΔD = D1 × α (ΔT)
ΔD = 19,98 × 50,2 (37,9 - 28)
ΔD = 9929,66
4
38,9
23,05
22,98
s = E × α (ΔT)
s = 207000 × 50,2 (38,9 - 28)
s = 113266260 MPa
ΔD = D1 × α (ΔT)
ΔD = 22,98 × 50,2 (38,9 - 28)
ΔD = 12574,19
5
37,2
18,3
18,26
s = E × α (ΔT)
s = 207000 × 50,2 (37,2 - 28)
s = 95600880 MPa
ΔD = D1 × α (ΔT)
ΔD = 18,26 × 50,2 (37,2 - 28)
ΔD = 8433,19



4.5    Diagram
Gambar 4.5: Diagram Hasil Pengukuran
Pada diagram diketahui bahwa ada pengaruh pemuaian yang terjadi ketika melakukan proses pembubutan perbedaanya relatif kecil tetapi untuk benda yang memerlukan kepresisian yang tinggi akan sangat berpengaruh terhadap kinerja dari produk tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1    Kesimpulan
Dari masalah yang didapatkan tadi maka kita mendapat kesimpulan bahwa diameter poros pembubutan pada saat panas dengan hasil pembubutan setelah suhu normal akan berbeda karena pada saat panas terjadi pemuaian pada poros tersebut.
5.2    Saran
·      Pada saat pembuatan poros kita harus mempunyai batas toleransi sekitar karena ada proses pemuaian pada poros.
·      Pada saat pembuatan poros pada mesin bubut, pemakanan jangan terlalu besar sehingga poros tidak terlalu panas.
·      Gunakan Coolent pada saat pembubutan untuk mengurangi panas pada saat pemakanan.



            LAMPIRAN 1
Gambar 1: Thermometer Digital DS 1

Gambar 2: Jangka Sorong (Vernier Caliper)

Gambar 3: Kalkulator Science



LAMPIRAN 3
Gambar 1.1: pengukuran suhu ke 1

Gambar 1.2: pengukuran diameter ke 1

Gambar 2.1: pengukuran suhu ke 2

Gambar 2.2: pengukuran diameter ke 2
Gambar 3.1: pengukuran suhu ke 3
Gambar 3.2: pengukuran diameter ke 3
Gambar 4.1: pengukuran suhu ke 4

Gambar 4.2: pengukuran diameter ke 4
Gambar 5.1: pengukuran suhu ke 5
Gambar 5.2: pengukuran diameter ke 5




LAMPIRAN 4
Gambar 1: Suhu Saat Dingin

Gambar 2: Pengukuran Saat Dingin 1
Gambar 3: Pengukuran Saat Dingin 2

Gambar 4: Pengukuran Saat Dingin 3
Gambar 5: Pengukuran Saat Dingin 4
Gambar 6: Pengukuran Saat Dingin 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar