BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Mesin Bubut adalah suatu Mesin perkakas yang digunakan untuk
memotong benda yang diputar. Bubut sendiri merupakan suatu proses pemakanan
benda kerja yang sayatannya dilakukan dengan cara memutar benda kerja kemudian
dikenakan pada pahat yang digerakkan secara translasi sejajar dengan sumbu
putar dari benda kerja. Gerakan putar dari benda kerja disebut gerak potong
relatif dan gerakkan translasi dari pahat disebut gerak umpan. Dengan mengatur
perbandingan kecepatan rotasi benda kerja dan kecepatan translasi pahat maka akan
diperoleh berbagai macam ulir dengan ukuran kisar yang berbeda. Hal ini dapat
dilakukan dengan jalan menukar roda gigi translasi yang menghubungkan poros
spindel dengan poros ulir. Roda gigi penukar disediakan secara khusus untuk
memenuhi keperluan pembuatan ulir. Jumlah gigi pada masing-masing roda gigi
penukar bervariasi besarnya mulai dari jumlah 15 sampai dengan jumlah gigi
maksimum 127. Roda gigi penukar dengan jumlah 127 mempunyai kekhususan karena
digunakan untuk konversi dari ulir metrik ke ulir inci.
Pengetahuan Teknik Pengukuran adalah hal mutlak yang
harus dimiliki oleh setiap mahasiswa Politeknik Negeri Indramayu khususnya
mahasiswa Teknik Mesin. Apalagi dalam bidang industri yang harus menekankan
kepresisian yang tepat untuk mendapakan hasil produk baik, maka kami meneliti
hasil produk mesin bubut dengan mengukur diameter poros hasil bubutan dengan
suhu setelah pembubutan dan setelah suhu normal.
1.2
Batasan Masalah
Untuk
menentukan arah penelitian yang baik, ditentukan batasan masalah sebagai berikut:
1.2.1
Penelitian
terbatas pada hasil pembubutan pada saat panas dan dingin.
1.2.2
Bahan poros
terbuat dari baja ST 37.
1.2.3
Kecepatan
putaran ditentukan oleh rumus putaran mesin bubut.
1.3
Tujuan
Adapun tujuan
penelitian adalah:
1.3.1
Menyelidiki
pengaruh suhu terhadap diameter hasil pembubutan.
1.3.2
Mengetahui besar
pemuaian yang terjadi pada poros tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Objek Pengukuran
Penelitian yang kami lakukan yaitu mengukur diameter
hasil pembubutan ketika suhu panas dan suhu dingin (normal), dalam penelitian
ini kami menggunakan poros yang telah tersedia di bengkel Teknik Mesin
Politeknik Negeri Indramayu dengan bahan ST 37. Bahan ini akan kami teliti
dengan tujuan untuk mengetahui pemuaian diameter yang terjadi setelah proses
pembubutan dengan keadaan suhu yang panas dan suhu normal.
2.2
Teori Alat Ukur
2.2.1
Jangka Sorong
Jangka sorong adalah alat ukur yang
ketelitiannya dapat mencapai seperseratus milimeter. Terdiri
dari dua bagian, bagian diam dan bagian bergerak. Pembacaan hasil pengukuran
sangat bergantung pada keahlian dan ketelitian pengguna maupun alat. Sebagian
keluaran terbaru sudah dilengkapi dengan display digital. Pada versi analog,
umumnya tingkat ketelitian adalah 0.05 mm untuk jangka sorong dibawah 30 cm dan
0.01 untuk yang di atas 30 cm.
Kegunaan jangka sorong adalah:
·
untuk mengukur suatu benda dari sisi luar dengan cara
diapit.
·
untuk mengukur sisi dalam suatu benda yang biasanya
berupa lubang (pada pipa, maupun lainnya) dengan cara diulur.
·
untuk mengukur kedalamanan celah/lubang pada suatu
benda dengan cara "menancapkan/menusukkan" bagian pengukur. Bagian
pengukur tidak terlihat pada gambar karena berada di sisi pemegang.
2.2.2
Thermometer
Digital DS 1
Thermometer
Digital DS 1 adalah alat untuk mengukur suhu dan juga kelembaban yang ketelitian
mencapai 1%, terdiri dari alat perantara suhu dan pemilihan skala (°C/°F). Alat
ini dapat mengukur suhu -50 °C hingga 70 °C.
BAB III
METODE
3.1
Cara Penggunaan Alat Ukur
3.1.1
Jangka Sorong
(Vernier Caliper)
·
Geserlah rahang
geser jangka sorong sedikit ke kanan.
·
Letakkan benda
yang akan diukur pada rahang dalam (internal jaws) sedemikian sehingga kedua
rahang jangka sorong masuk ke dalam benda tersebut.
·
Geserlah rahang
geser kekanan sedemikian sehingga kedua rahang jangka sorong menyentuh kedua
dinding dalam benda yang diukur.
·
Kuncilah jangka
sorong terebut dengan cara memutar kunci sekrup (Locking screw) yang tujuannya
agar tidak bergeser pada saat pembacaan skala.
·
Catatlah hasil
pengukuran anda.
3.1.2
Thermometer
Digital DS 1
·
Masukan baterai
terlebih dahulu pada thermometer.
·
Pilih skala
satuan suhu yang diinginkan (°C/°F).
·
Tempelkan
perantara suhu pada benda yang akan diukur.
·
Lihat hasil pada
thermometer digital DS1.
3.3
Kalibrasi Alat Ukur
3.3.1
Jangka Sorong
(Vernier Caliper)
·
Bersihkan rahang
menggunakan kain hingga bersih.
·
Cek jangka
sorong dengan menutup rahang hingga menempel, jika skala utama dan nonius belum
menyentuh angka nol maka lakukan pembersihan kembali jangka sorong.
·
Bebaskan rahang dengan menggeser rahang.
·
Bersihkan rahang
dan bagian untuk mengukur kedalaman dengan menggunakan alkohol.
·
Rapatkan rahang
dan cek skala utama dan skala nonius.
·
Jika sudah
menyentuh angko nol maka kalibrasi selesai.
3.3.2
Thermometer
Digital DS 1
·
Cek alat ukur
dengan alat ukur yang standar.
·
Jika tidak sesuai maka lakukan kalibrasi alat.
·
Bersihkan bagian
perantara suhu dengan menggunakan
alkohol hingga bersih.
·
Cek lagi, jika
sesuai maka kalibrasi selesai.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL
Urutan penelitian yang berjudul Masalah
Yang Terjadi Ketika Megukur Diamter Poros Hasil Pembubutan adalah menganalisis
pemuaian poros yang terjadi ketika melakukan pembubutan, menghitung pemuaian
poros dan membuat diagram dengan data yang sudah diambil.
4.1
Konduktifitas Termal Baja
Pada
tebel 4.1 menunjukkan nilai konduktifitas termal dari baja yaitu 50,2 W/m°C
dimana nilai kondutifitas tersebut akan dimasukkan kedalam rumus hukum Hooke’s.
Tabel 4.1: Konduktifitas Termal
Nama Zat
|
Konduktifitas Thermal W/m°C
|
Tembaga
|
385
|
Alumunium
|
205
|
Baja
|
50,2
|
Perak
|
406
|
4.2
Modulus Elastisitas
Pada
Tabel 4.2 menunjukkan nilai dari modulus elastisitas baja ST 37 adalah sebesar
207.000 MPa dimana nilai tersebut akan dimasukkan kedalam rumus hukum Hooke’s.
Tabel 4.2: Modulus Elastisitas
Nama Zat
|
Modulus Elastisitas MPa
|
Alumunium
|
69.000
|
Magnesium
|
45.000
|
Timah
|
107.000
|
Nikel
|
207.000
|
Baja
|
207.000
|
Cuprum
|
110.000
|
Zink
|
101.000
|
4.3
Hukum Hooke’s
Sesuai dengan hukum Hooke’s,
tegangan adalah sebanding dengan regangan. Kesebandingan tegangan terhadap
regangan dinyatakan sebagai perbandingan tegangan satuan terhadap regangan
satuan. Pada bahan kaku tetapi elastis seperti baja, kita peroleh bahwa
tegangan satuan yang diberikan menghasilkan perubahan bentuk satuan yang relatif
kecil. Perkembangan hukum Hooke’s tidak hanya pada hubungan tegangan – regangan
saja, tetapi berkembang menjadi modulus young atau modulus elastisitas.
Rumus modulus elastisitas ( E ) adalah :
E =
Dimana: E = Modulus Elastisitas (N/m2) atau Mpa
s = Tegangan (N/m2)
e = Regangan
Dari rumus diatas maka
untuk mecari tegangan yaitu:
s = E
× e
s = E
× α (ΔT)
Maka untuk
mencari hasil pemuaian ditentukan rumus:
e =
ΔD = Do × e
4.4
Perubahan Diameter
Pada Tabel 4.4
menunjukkan nilai perubahan diameter hasil pembubutan dengan pengukuran suhu D1
yang sama yaitu T1 = 28 °C. Keterangan tabel D2 =
Diameter pada saat panas, D1 = Diameter pada saat dingin.
Tabel 4.4: Hasil
Penelitian
No
|
Suhu T2 (°C)
|
D2 mm
|
D1 mm
|
Tegangan
|
Perubahan Diameter
|
1
|
37,7
|
21,8
|
21,68
|
s = E × α (ΔT)
s = 207000 × 50,2 (37,7 - 28)
s = 100796580 MPa
|
ΔD = D1 × α
(ΔT)
ΔD = 21,68 × 50,2 (37,7 - 28)
ΔD = 10556,85
|
2
|
37,4
|
24,7
|
24,32
|
s = E × α (ΔT)
s = 207000 × 50,2 (37,4 - 28)
s = 97679160 MPa
|
ΔD = D1 × α
(ΔT)
ΔD = 24,32 × 50,2 (37,4 - 28)
ΔD = 11476,12
|
3
|
37,9
|
20,2
|
19,98
|
s = E × α (ΔT)
s = 207000 × 50,2 (37,9 - 28)
s = 102874861 MPa
|
ΔD = D1 × α
(ΔT)
ΔD = 19,98 × 50,2 (37,9 - 28)
ΔD = 9929,66
|
4
|
38,9
|
23,05
|
22,98
|
s = E × α (ΔT)
s = 207000 × 50,2 (38,9 - 28)
s = 113266260 MPa
|
ΔD = D1 × α
(ΔT)
ΔD = 22,98 × 50,2 (38,9 - 28)
ΔD = 12574,19
|
5
|
37,2
|
18,3
|
18,26
|
s = E × α (ΔT)
s = 207000 × 50,2 (37,2 - 28)
s = 95600880 MPa
|
ΔD = D1 × α
(ΔT)
ΔD = 18,26 × 50,2 (37,2 - 28)
ΔD = 8433,19
|
4.5
Diagram
Gambar 4.5: Diagram Hasil Pengukuran
Pada diagram
diketahui bahwa ada pengaruh pemuaian yang terjadi ketika melakukan proses
pembubutan perbedaanya relatif kecil tetapi untuk benda yang memerlukan
kepresisian yang tinggi akan sangat berpengaruh terhadap kinerja dari produk
tersebut.
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari masalah
yang didapatkan tadi maka kita mendapat kesimpulan bahwa diameter poros
pembubutan pada saat panas dengan hasil pembubutan setelah suhu normal akan
berbeda karena pada saat panas terjadi pemuaian pada poros tersebut.
5.2
Saran
·
Pada saat
pembuatan poros kita harus mempunyai batas toleransi sekitar karena ada proses
pemuaian pada poros.
·
Pada saat
pembuatan poros pada mesin bubut, pemakanan jangan terlalu besar sehingga poros
tidak terlalu panas.
·
Gunakan Coolent
pada saat pembubutan untuk mengurangi panas pada saat pemakanan.
Gambar 1: Thermometer Digital DS 1
Gambar 2: Jangka Sorong (Vernier Caliper)
Gambar 3: Kalkulator Science
LAMPIRAN
3
Gambar 1.1: pengukuran suhu ke 1
|
Gambar 1.2: pengukuran diameter ke 1
|
Gambar 2.1: pengukuran suhu ke 2
|
Gambar 2.2: pengukuran diameter ke 2
|
Gambar 3.1: pengukuran suhu ke 3
|
Gambar 3.2: pengukuran diameter ke 3
|
Gambar 4.1: pengukuran suhu ke 4
|
Gambar 4.2: pengukuran diameter ke 4
|
Gambar 5.1: pengukuran suhu ke 5
|
Gambar 5.2: pengukuran diameter ke 5
|
LAMPIRAN
4
Gambar 1: Suhu Saat Dingin
|
Gambar 2: Pengukuran Saat Dingin 1
|
Gambar 3: Pengukuran Saat Dingin 2
|
Gambar 4: Pengukuran Saat Dingin 3
|
Gambar 5: Pengukuran Saat Dingin 4
|
Gambar 6: Pengukuran Saat Dingin 5
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar